Kasus Prita Mulyasari yang sedang menghangat belakangan ini patut kita perhatikan. Prita digugat oleh RS Omni karena dia mengeluh tentang pelayanan RS itu lewat email. Isi email itu kemudian menyebar ke berbagai milis. Dan sekarang Prita ditahan dan harus menghadapi persidangan pidana. Dia dijerat Pasal 27 Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kasus ini menunjukkan bahwa sekarang kita (baca:blogger) harus lebih berhati-hati dalam menulis sesuatu. Dengan diterbitkannya UU-ITE, kita sewaktu-waktu bisa tersandung kasus seperti Prita kalau tulisan kita dianggap menghina pihak lain.
Untuk mengurasi risiko terjerat UU-ITE, ada beberapa tips yang perlu diperhatikan oleh para blogger. Berikut ini adalah tips-tips dari Ari Juliano, seorang pakar hukum yang juga blogger, yang saya kutip dari dailysocial.
* Jangan terlalu provokatif dalam memberi judul maupun tulisan hanya demi traffik atau sensasi. Jangan sampai hal itu menjadi bumerang untuk kita.
* Fokuskan tulisan kepada masalah yang dihadapi bukan pada orangnya. Berusahalah untuk objektif dalam menulis. Mungkin anda mengeluh tentang pelayanan dari si anu. Walaupun anda jengkel, marah, kesal dan benci dengan si anu, jangan sampai kita terjebak subyektivitas dalam menulis. Jangan sampai kita menghina si anu.
* Jangan hanya mengkritik, berikan juga solusinya. Kita bisa menyampaikan saran kita kepada pihak yang kita kritik. Berikanlah kritik yang membangun bukan kritik yang menjatuhkan.
* Jangan malu meminta maaf. Kalau kita ternyata memang salah jangan ragu untuk meminta maaf pada pihak yang kita kritik. Jangan sampai kita terjerat UU-ITE hanya karena kita tidak mau meminta maaf.
* Siap menerima kritik dan saran dari pembaca. Berani mengkritik, berani dikritik. Lapangkan hati menerima kritik dari pihak lain.
* Jangan bohong, pastikan yang kita tulis itu memang benar dan disertai dengan data pendukung yang valid.
Ada yang mau nambah lagi?
Marilah kita belajar mengkritik dengan sehat agar ngeblog lebih aman dan nyaman dan tentu saja terhindar dari jeratan UU-ITE.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Kasus Prita adalah contoh dari puncak gunung es pembabatan terhadap kebebasan berpendapat dan berdemokrasi. Kapitalisme (yang dalam kasus Prita ditunjukkan dengan cukup angkuh oleh OMNI Internasional) menegaskan bahwa kuasa modal anti kritik. Menyerang lajur produksi kapitalisme (yang dalam OMNI Internasional bergerak dan berkelindan antara bisnis farmasi, bisnis mesin-mesin kesehatan, bisnis rumah sakit dan bisnis konsultasi dokter)dianggap menghambat kelancaran produksi dan menghambat perolehan laba sebesar-besarnya.
Pihak OMNI Internasional sebenarnya hendak memberikan shock teraphy pada Prita (juga Prita-prita yang lain) agar jangan mengkritik perusahaan besar. Tapi Prita berada di Momen yang tepat. disaat kebebasan berpendapat ditunjang oleh jejaring dunia maya (facebook. blog, frensetter) dan media serta di saat momen Pemilihan Presiden. PRITA Kemudian dijadikan Ikon kebebasab berpendapat.
Jadi, jika kita benar, mengapa harus takut kritis?? Tunjukkan pada publik dan korporasi internasional--mengutip Bung Karno--tubuh ini boleh saja dipenjara, tapi kata-kata, tulisan, ia tak bisa dibunuh, ia akan melawan dan terus melawan.
Posting Komentar